Judi Daring Tak Hanya Merugikan Finansial, Tapi Juga Merusak Relasi Keluarga

Judi Daring Tak Hanya Merugikan Finansial, Tapi Juga Merusak Relasi Keluarga

Oleh: Kindi Setiawan

Fenomena judi daring yang kian masif telah menimbulkan keprihatinan luas di tengah masyarakat. Dampaknya tidak hanya terbatas pada kerugian materi, tetapi juga menimbulkan keretakan relasi keluarga, kehancuran moral, bahkan mendorong tindakan kriminal dalam lingkup domestik. Pemerintah pun terus memperkuat upaya pemberantasan praktik ini, sejalan dengan dorongan dari berbagai tokoh dan lembaga.

 

 

 

Wakil Sekjen MUI Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga, Nyai Badriyah Fayumi, menggarisbawahi bahwa judi daring merupakan ancaman serius terhadap ketahanan keluarga. Ia memandang bahwa dalam perspektif keagamaan, aktivitas ini tergolong dosa besar dan membawa kerusakan menyeluruh, baik secara spiritual maupun sosial. Bagi keluarga, dampaknya terlihat nyata, mulai dari hilangnya kepercayaan antaranggota, pertengkaran, hingga perceraian.

 

 

 

Nyai Badriyah menilai bahwa kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya psikologis, tetapi juga sosial dan fisik. Kecanduan yang ditimbulkan judi daring mendorong pelakunya melakukan berbagai tindakan nekat, seperti menggadaikan aset keluarga, meminjam uang secara ilegal, hingga terlibat tindak kekerasan demi melunasi utang. Tak sedikit pula yang akhirnya terjerumus dalam tindakan kriminal karena kehilangan kontrol.

 

 

 

Bentuk lain dari kerusakan sosial ini terlihat dalam data yang dirilis PPATK, di mana ratusan ribu penerima bantuan sosial ternyata terlibat dalam praktik perjudian daring. Majelis Ulama Indonesia mendukung langkah pemerintah yang mencoret nama-nama tersebut dari daftar penerima bantuan. Langkah tegas itu dinilai tepat karena menunjukkan konsistensi pemerintah dalam menjaga integritas program sosial negara.

 

 

 

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Zainut Tauhid, memberikan penekanan pada bahaya judi daring yang kerap diabaikan masyarakat. Ia menyebut praktik ini sebagai penyakit sosial yang merusak karakter pelakunya. Selain membuat individu malas dan pemarah, judi juga memperbesar risiko tindakan amoral dan perpecahan rumah tangga. Zainut pun memperingatkan bahwa kecanduan judi memiliki efek adiktif yang mendorong pelakunya terus mengulang perilaku merugikan.

 

 

 

Lebih jauh, MUI menyerukan agar penindakan terhadap judi daring tidak hanya menyasar pemainnya, tetapi juga aktor-aktor di balik layar seperti bandar, pemodal, kurir, dan jaringan pendukung lainnya. Seruan ini sejalan dengan semangat pemerintah yang terus memperkuat kerja sama lintas sektor dalam menindak judi daring secara menyeluruh.

 

 

 

Ketua DPR RI Puan Maharani turut menyuarakan keprihatinan atas dampak luas judi daring. Ia menilai bahwa aktivitas ini telah menjerumuskan generasi muda ke jurang kehancuran moral. Dengan semakin mudahnya akses ke internet dan maraknya permainan daring berbau judi, anak-anak pun menjadi target utama. Data dari Kementerian Komunikasi dan Digital menyebutkan bahwa sekitar 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun telah terpapar konten perjudian.

 

 

 

Puan menekankan bahwa judi daring bukan sekadar persoalan hukum, melainkan juga persoalan sosial yang menyangkut masa depan bangsa. Ia menilai bahwa pendekatan yang dilakukan harus komprehensif dan melibatkan seluruh elemen bangsa. Pemerintah, penyedia layanan internet, platform media sosial, hingga keluarga, semuanya harus bergerak bersama.

 

 

 

Selain itu, ia mendesak agar materi edukasi tentang bahaya judi daring masuk ke dalam sistem pendidikan. Kampanye anti-judi daring perlu dijalankan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari pendidikan karakter dan literasi digital. Menurutnya, pendekatan yang dilakukan harus mengedepankan pencegahan dan penyadaran, tidak hanya tindakan represif.

 

 

 

Puan juga menanggapi data mengejutkan dari PPATK yang menyebut perputaran dana dari praktik judi daring telah menyentuh angka Rp1.200 triliun. Angka ini bukan hanya mencengangkan, tetapi juga menunjukkan bahwa sistem pengawasan digital finansial memerlukan pembenahan serius. Ia mendesak agar regulasi diperbarui agar mampu mengejar kecepatan perkembangan teknologi finansial yang dimanfaatkan pelaku judi daring.

 

 

 

Dalam pandangannya, upaya pemberantasan judi daring tidak akan berhasil jika negara hanya menindak pelaku kecil. Ia menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dan menyeluruh. Jika hanya pemain yang ditindak, maka aktivitas ini akan terus hidup karena jaringan bandarnya tetap bebas beroperasi.

 

 

 

Puan juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap lembaga keuangan, e-wallet, dan operator seluler yang diduga memfasilitasi transaksi terkait judi daring. Ia menilai bahwa OJK dan BI memiliki peran penting dalam menertibkan lembaga-lembaga tersebut, termasuk memberikan sanksi administratif jika ditemukan kelalaian dalam pengawasan.

 

 

 

Di sisi lain, peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga, penelantaran anak, dan bunuh diri belakangan ini banyak dikaitkan dengan keterlibatan anggota keluarga dalam praktik judi daring. Lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan LPSK mencatat bahwa terdapat pola keterkaitan langsung antara tekanan finansial, kehilangan kendali emosional, dan kecanduan judi daring sebagai pemicu utama konflik dalam rumah tangga.

 

 

 

Pemerintah dipandang sudah berada di jalur yang benar dalam memerangi judi daring. Namun, komitmen ini perlu terus diperkuat dengan pelibatan semua unsur bangsa. Tanpa keterlibatan kolektif, dampak destruktif dari judi daring akan terus menggerus nilai-nilai sosial dan menghancurkan fondasi utama masyarakat: keluarga.

 

 

 

)* Penulis adalah kontributor jaringan muda indonesia maju