Membangun Budaya Politik Santun dalam Pilkada Serentak 2024
Oleh: Bayu Nur Muhamad
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Di tengah persiapan menuju pemilihan, muncul perhatian khusus terhadap perilaku politik yang diharapkan bisa mendukung terciptanya suasana politik yang kondusif. Budaya politik santun, bersih, dan beretika menjadi sorotan utama untuk memastikan Pilkada berjalan dengan lancar, aman, dan tanpa konflik. Membangun budaya politik seperti ini tidak hanya penting bagi elite politik, tetapi juga bagi masyarakat luas yang menjadi bagian penting dalam pelaksanaan Pilkada.
Dalam konteks politik modern, budaya santun dan beretika sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan sosial dan politik. Sebagaimana dikemukakan oleh Kaban Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sulteng, Arfan, keterbukaan dalam politik melibatkan transparansi, partisipasi, serta kesediaan untuk mendengar dan memahami perspektif yang berbeda. Politik yang santun berakar pada etika rasa hormat, dan tanggung jawab terhadap individu serta masyarakat. Pemahaman ini menekankan pentingnya menghormati perbedaan pandangan dan mereduksi potensi konflik yang dapat muncul akibat ketidakdewasaan dalam berpolitik.
Dalam pandangan Arfan, para pemimpin dan aktor politik diharapkan mampu menunjukkan perilaku yang bijak dan menjaga norma etika dalam berinteraksi. Hal ini tidak hanya berlaku selama kampanye, tetapi juga dalam seluruh tahapan proses Pilkada. Budaya politik yang santun akan menciptakan rasa aman dan nyaman di masyarakat, sehingga kepercayaan publik terhadap proses politik semakin tinggi.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas PGRI Semarang, Wahyu Widodo, berpendapat bahwa budaya politik santun sangat penting dalam menghindari perilaku yang dapat merugikan bangsa. Menurutnya, politik yang bersih dan beretika akan menjauhkan para pemimpin politik dari sikap yang dapat mengorbankan kepentingan umum demi kepentingan pribadi. Dengan menjaga budaya politik yang santun, para pemimpin politik akan lebih fokus pada bagaimana mereka dapat melayani masyarakat dengan baik, bukan semata-mata memenangkan kontestasi politik.
Pilkada merupakan suatu hal yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Salah satu elemen penting dalam menciptakan budaya politik santun adalah peran serta masyarakat dalam memerangi hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian yang sering kali muncul menjelang pemilihan. Hoaks dan kampanye hitam merupakan bentuk-bentuk destruktif yang meracuni proses demokrasi dan dapat memicu konflik sosial.
Penjabat Bupati Merangin, H. Mukti, menyampaikan bahwa politik yang santun dan saling menghargai merupakan landasan demokrasi yang baik. Mukti menjelaskan bahwa masyarakat diharapkan untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang, seperti kampanye hitam, politik uang, politik fitnah, dan ujaran kebencian. Menurutnya, menjaga etika politik bukan hanya tanggung jawab pimpinan politik, tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat yang harus selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dalam memerangi berita bohong atau hoaks menjadi bagian dari komitmen untuk mewujudkan Pilkada yang aman dan damai. Pendidikan politik yang diberikan melalui berbagai sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat dan mendorong mereka untuk berperan aktif dalam menjaga netralitas, terutama dalam menghadapi isu-isu yang sensitif.
Kedewasaan dalam berdemokrasi bukan hanya ditandai oleh partisipasi dalam pemungutan suara, tetapi juga oleh kemampuan untuk menerima perbedaan pilihan politik dengan kepala dingin. Menjelang Pilkada Serentak 2024, penting bagi setiap individu untuk menyadari hak dan kewajiban mereka dalam proses politik yang beretika. Pemahaman tentang demokrasi yang sehat harus dibangun sejak dini melalui sosialisasi pendidikan politik, seperti yang telah dilakukan di berbagai daerah.
Sekretaris Daerah Kabupaten Buol, Dadang, menekankan bahwa suksesnya Pilkada merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah dan aparat penegak hukum, tetapi juga masyarakat. Ia juga menyampaikan pentingnya peran aktif masyarakat Buol dalam memerangi hoaks dan menciptakan budaya politik yang bersih serta kondusif menjelang Pilkada 2024.
Upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa juga menjadi aspek penting dalam menciptakan Pilkada yang beretika. ASN dan perangkat desa diminta untuk tidak terlibat langsung dalam politik praktis agar tetap profesional dalam menjalankan tugas mereka sebagai pelayan publik. Netralitas ASN adalah salah satu syarat penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Budaya politik santun tidak hanya memperkuat proses demokrasi, tetapi juga menciptakan ruang bagi dialog yang sehat di tengah perbedaan. Politik yang berbasis pada rasa hormat terhadap orang lain akan menghasilkan proses politik yang lebih damai dan minim konflik. Oleh karena itu, menjelang Pilkada Serentak 2024, semua pihak perlu bekerja sama dalam membangun budaya politik yang santun dan beretika.
Kampanye politik seharusnya menjadi ruang untuk menyampaikan visi, misi, dan program demi kesejahteraan masyarakat, bukan untuk saling menjatuhkan. Dengan pendidikan politik yang baik, diharapkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada meningkat dan angka golput menurun. Budaya politik yang beretika perlu terus dirawat, menjadikan Pilkada Serentak 2024 lebih damai dan bermartabat serta menjadi fondasi kuat bagi proses politik di Indonesia.
*) Penulis merupakan Mahasiswa Ilmu Politik asal Makassar