UU Cipta Kerja Kunci Penting Penyederhanaan Birokrasi dan Pengurangan Regulasi
Oleh: Devira Julianty
Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) merupakan sebuah kunci penting untuk mewujudkan penyederhanaan birokrasi dan juga pengurangan regulasi di Indonesia. Oleh karena itu, menjadikannya sebagai salah satu kebijakan monumental pemerintah untuk terus memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing bangsa di kancah dunia.
Menjadi salah satu aspek yang paling krusial dari keberadaan kebijakan tersebut adalah penyederhanaan birokrasi dan pengurangan regulasi yang selama ini menjadi pebghambat utama bagi kegiatan usaha dan investasi di Tanah Air.
Dengan hadirnya UU Cipta Kerja, maka pemerintah berupaya untuk menciptakan lingkungan bisnis yang jauh lebih efisien, transparan dan berdaya saing tinggi karena sudah tidak ada lagi birokrasi yang rumit dan regulasi yang tumpang tindih seperti sebelumnya.
Tentu keberadaan seperangkat aturan yang biasa dikenal dengan Omnibus Law itu mampu menghilangkan keluhan yang selama ini datang dari para pelaku usaha dan para investor mengenai adanya proses perizinan yang panjang dan berbelit, lantaran semakin menghabiskan waktu dan biaya, termasuk menciptakan ketidakpastian bagi para investor.
Sebelum adanya UU Cipta Kerja, izin untuk mendirikan usaha bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, karena harus melewati berbagai tahapan dan persetujuan dari berbagai instansi pemerintah. Kondisi ini sering kali membuat investor enggan menanamkan modal di Indonesia, memilih negara lain yang menawarkan proses perizinan yang lebih cepat dan sederhana.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-rb), Rini Widyantini menegaskan bahwa upaya penyederhaanaan regulasi memang pemerintah lakukan dengan beberapa langkah strategis, salah satunya yakni pengesahan UU Cipta Kerja.
Melalui kebijakan tersebut, pemerintah memang berupaya untuk menerobos penghalang yang membuat dunia usaha sulit berkembang di Indonesia. Oleh karena itu, Omnibus Law menjadi solusi untuk mengurangi keruwetan atran.
Kini terjadi penyatuan dari sebanyak 11 klaster menjadi satu aturan yang meliputi Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus.
Selain itu, metode Omnibus Law juga mrupakan salah satu metode terbaik untuk menghasilkan sebuah produk hukum yang efisien dan aspiratif, secara langsung mampu memuat bagaimana keinginan rakyat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja (Sekjen Kemnaker) Anwar Sanusi menjelaskan bahwa pengesahan UU Cipta Kerja oleh pemerintah karena harus ada sebuah respon cepat dan tepat untuk menghadapi dinamika perubahan ekonomi global, karena tanpa adanya reformasi struktural melalui kebijakan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi juga akan melambat.
Tidak cukup sampai di sana, namun hadirnya Omnibus Law juga salah satunya mampu menjawab tantangan terbesar untuk terus mempertahankan dan menyediakan lapangan kerja yang mencapai 2,7 hingga 3 juta per tahunnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menuturkan bahwa adanya perubahan dalam proses perizinan dan juga terjadinya perluasan bidang usaha untuk investasi akan menjadi game changer dalam percepatan investasi dan pembukaan lapangan kerja baru.
Dengan adanya penerapan UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya, maka akan menjadikan Indonesia memasuki era baru dalam memberikan kemudahan dan kepastian perizinan serta kegiatan usaha, sehingga akan semakin meningkatkan daya saing investasi dan produktivitas, hingga efisiensi kegiatan usaha.
UU Cipta Kerja hadir sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Salah satu terobosan penting yang diperkenalkan adalah sistem perizinan berbasis risiko. Dengan sistem ini, proses perizinan disesuaikan dengan tingkat risiko dari kegiatan usaha yang akan dijalankan.
Usaha dengan risiko rendah, seperti UMKM dan bisnis-bisnis kecil lainnya, tidak lagi memerlukan perizinan yang kompleks dan dapat memulai operasinya dengan lebih cepat. Sementara itu, usaha dengan risiko tinggi tetap mendapatkan pengawasan yang ketat, tetapi dengan prosedur yang lebih jelas dan tidak membingungkan. Penyederhanaan ini tidak hanya mempercepat proses perizinan tetapi juga mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh para pelaku usaha.
Pengurangan regulasi yang tumpang tindih juga menjadi fokus utama dari UU Cipta Kerja. Sebelum UU ini disahkan, banyak regulasi di Indonesia yang saling bertentangan dan tidak sinkron antara satu kementerian dengan kementerian lainnya.
Hal ini menciptakan kebingungan di kalangan pelaku usaha dan meningkatkan risiko ketidakpatuhan terhadap hukum. UU Cipta Kerja berupaya menyatukan berbagai peraturan yang sebelumnya tersebar di berbagai undang-undang menjadi satu payung hukum.
Dengan demikian, pelaku usaha dapat memiliki panduan yang lebih jelas dan konsisten dalam menjalankan bisnis mereka. Penyederhanaan regulasi ini juga meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi yang kerap muncul akibat kerumitan birokrasi.
Sehingga sudah sangat jelas bahwa UU Cipta Kerja merupakan sebuah langkah yang sangat penting dan strategis dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan birokrasi di Indonesia yang selama ini menjadi penghambat bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Adanya penyederhanaan birokrasi dan pengurangan regulasi, maka menjadikan Undang-Undang Ciptaker sebagai sebuah kebijakan pembuka jalan bagi penciptaan iklim usaha yang jauh lebih kompetitif dan inovatif.
Hasil akhirnya nanti akan mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi jauh lebih cepat, kemudian adanya penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak dan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
*) Kontributor Lembaga Gala Indomedia