spot_img
BerandaUncategorizedApresiasi UU Cipta Kerja Sebagai Terobosan Benahi Ekosistem Investasi

Apresiasi UU Cipta Kerja Sebagai Terobosan Benahi Ekosistem Investasi

Apresiasi UU Cipta Kerja Sebagai Terobosan Benahi Ekosistem Investasi

Oleh : Kyara Savitri

Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) di Indonesia memiliki tujuan utama untuk meningkatkan iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi negara. Beberapa aspek dalam UU CK yang diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap ekonomi nasional meliputi kemudahan berusaha, pajak dan insentif fiskal, fleksibilitas ketenagakerjaan, dan infrastruktur investasi, serta pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Namun, penting untuk dicatat bahwa UU CK juga menuai kontroversi, terutama terkait dengan isu ketenagakerjaan dan perlindungan pekerja. Beberapa pihak berpendapat bahwa perubahan dalam peraturan ketenagakerjaan dapat merugikan hak-hak pekerja. Sebaliknya, pemerintah dan pendukung UU CK berpendapat bahwa reformasi ini diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur dan investasi menjadi bagian penting dari UU CK. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung investasi, diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi tertentu dan menciptakan lapangan kerja baru.

Di tengah risiko ketidakpastian global yang masih berlangsung, seperti terjadinya perubahan iklim dan El Nino yang menyebabkan volatilitas harga komoditas dunia, pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS), serta eskalasi tensi global perang Palestina-Israel, perekonomian Indonesia relatif kuat bahkan menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.

Dalam rangka memperkuat perekonomian nasional, pemerintah berharap UU Cipta Kerja dapat menggairahkan investasi di tanah air. UU Cipta Kerja ini telah memangkas berbagai hambatan dalam pengurusan perizinan berusaha, baik di tingkat pusat maupun pemerintah daerah. Dalam hal kemudahan bisnis, seperti yang tercatat dalam Ease of Doing Business 2020 yang dirilis Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 190 negara.

Dari 10 indikator, terdapat dua indikator yang masih menjadi pekerjaan rumah Indonesia. Keduanya adalah perizinan konstruksi di peringkat 110 dan pendaftaran properti (106). Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan undang-undang tersebut akan mendorong debirokratisasi sehingga pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah dan pasti. Dengan demikian pelaku usaha akan mendapatkan manfaat seperti kemudahan dan kepastian usaha. Adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah.

Investasi diperlukan tak sekedar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga membuka lapangan kerja yang jumlahnya makin bertambah setiap tahun. Klaster ketenagakerjaan merupakan jantungnya UU Cipta Kerja. Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Prof. Nindyo Pramono mengatakan sebelum UU 11/2020 terbit, kalangan investor sudah banyak mengeluhkan banyak hal, antara lain soal perizinan yang rumit dan berbelit-belit. Perizinan yang rumit menurut Prof Nindyo secara ekonomi berarti masuk kategori ongkos yang tinggi bagi investasi.

Kondisi itu membuat investor lebih memilih negara jiran ketimbang Indonesia. Mengingat butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengubah berbagai UU dan peraturan perundang-undangan yang dinilai menghambat investasi, pemerintah berinisiasi melakukannya melalui metode UU Cipta Kerja. Prof Nindyo menjelaskan suatu negara yang memiliki diplomasi yang baik akan mudah menarik investor untuk berinvestasi. Hal utama yang dibutuhkan investor yakni peraturan yang konsisten dan berkepastian hukum dalam jangka panjang. Misalnya, investor mendapat konsesi perkebunan sawit 30 tahun, sementara untuk balik modal investor butuh waktu 20 tahun dengan catatan situasi berjalan baik sesuai rencana.

Mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasioinal Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo), Hariyadi B. Sukamdani mengatakan kalangan pengusaha menaruh harapan sejak terbit UU Cipta Kerja. Misalnya, usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) diberi kesempatan untuk membentuk perusahaan secara perorangan. Biaya ketenagakerjaan menjadi kompetitif karena selama ini menjadi ongkos yang besar bagi industri padat karya. Tapi Perppu 2/2022 yang ditetapkan menjadi UU Cipta Kerja mengubah sebagian ketentuan klaster ketenagakerjaan terutama pengupahan. “Jantungnya UU Cipta Kerja itu klaster ketenagakerjaan,” bebernya.

Managing Partner Badranaya Partnership, Bhirawa J Arifi melihat UU Cipta Kerja memberi dampak terhadap kalangan pengusaha mengingat tak sedikit UU lain yang ikut terdampak. Salah satu hal yang patut diapresiasi yakni UU Cipta Kerja berupaya mendorong penerapan sanksi bagi pelaku usaha dari sebelumnya lebih banyak pidana menjadi sanksi administratif.

Sanksi administratif yang diatur UU 6/2023 meliputi peringatan; penghentian sementara kegiatan berusaha; pengenaan denda administratif; pengenaan daya paksa polisional; pencabutan lisensi/sertifikasi/persetujuan; dan/atau pencabutan perizinan berusaha. UU Cipta Kerja meningkatkan kepastian hukum dan manfaat bagi masyarakat umum, UMKM, pelaku usaha, serta pekerja dalam melaksanakan kegiatan berusaha.

Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) di Indonesia, yang resmi disahkan sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, dirancang untuk meningkatkan iklim investasi dalm negeri karena adanya peningkatan daya tarik investasi.

)* Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ekonom