Cegah Praktik Money Politic Demi Wujudkan Pemilu Bermartabat
Oleh : Rivka Mayangsari
Money politic masih menjadi ancaman dalam pelaksanaan pesta demokrasi mendatang. Karena itu peran serta semua pihak termasuk generasi muda sangat diperlukan sebagai garda terdepan dalam melawan praktik kotor politik uang ini.
Era digitalisasi tidak luput membawa dampak besar untuk kampanye partai politik. Praktik-praktik politik uang menjadi perhatian. “Kalau dulu bagi-bagi sembako, sekarang bagi-bagi saldo ke dompet digital,” ujar anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Balikpapan Divisi Hukum dan Pengawasan Syahrul Karim.
Saat ini politik uang sulit ditemukan dan dijangkau, karena banyak hal sudah menggunakan sistem digital. Misalnya voucher listrik yang dibagikan ke masyarakat, kemudian menyelipkan ajakan untuk memilih suatu partai politik tertentu. Padahal hal tersebut dilarang, apalagi jika dilakukan saat masa tenang kampanye.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavanda, mengingatkan pentingnya mengantisipasi penyalahgunaan teknologi melalui e-money dan e-wallet di tahun politik 2023 dan 2024. PPATK menilai bahwa adanya potensi money politic dengan menggunakan e-money dan e-wallet tersebut.
Salah satu hal yang menjadi kerentanan penggunaan e-money dan e-wallet, karena diperbolehkannya tidak dilakukannya know your customer atau customer due diligence terhadap transaksi dengan jumlah tertentu, misalnya e-money untuk open loop dan e-wallet tanpa registrasi. Berkembangnya teknologi juga sejalan dengan berkembangnya tindak pidana ekonomi dengan Information and Communication Technology (ICT) sebagai enabler.
Salah satu dampak yang terasa di Indonesia adalah meningkatnya tindak pidana pencucian uang yang berasal dari judi online, business email compromise, pig butchering atau online scam, seperti romance scam dan ransomware, robot trading, serta potensi money politic dengan menggunakan e-money dan e-wallet.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menekankan jika Partai politik (Parpol), merupakan salah satu komponen penting dalam mencegah politik uang. Parpol adalah salah satu dari tiga komponen penting untuk menciptakan mekanisme politik yang cerdas dan berintegritas. Parpol seyogyanya memiliki peranan penting dalam kontestasi politik di Indonesia.
Parpol menjadi pemegang suara rakyat yang mengantarkan para kadernya duduk pada jabatan publik, baik eksekutif maupun legislatif. Salah satu tugas dan wewenangnya untuk membuat kebijakan atau Undang-Undang (UU) yang berkaitan erat dengan kepentingan rakyat.
KPK terus berupaya mencegah praktik penyalahgunaan kewenangan dalam kontestasi pemilu, salah satunya dengan menyusun Pedoman Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). Dengan demikian parpol dapat mengimplementasikan langkah-langkah dan strategi antikorupsi pada kadernya yang akan menjabat sebagai kepala daerah.
Selain itu, politik uang juga telah menjadi kebiasaan di masyarakat dan bukan hal yang mudah. Untuk memutus rantai politik uang, tidak hanya memerlukan integritas dari para politikus, tetapi juga perlu upaya dari masyarakat yang berintegritas dalam menolak praktik tersebut.
Politik uang amat berbahaya karena bukan mengenai kontestasi menang atau kalah, melainkan menghancurkan mental (akhlak) warga negara dan menghancurkan mental aktor-aktor negara (para pemimpin). Politik uang ini mengancam, berbahaya, dan menjadi kejahatan, maka bahaya politik uang harus tersampaikan kepada masyarakat.
Jika masyarakat utamanya generasi muda terpapar politik uang, atau bahkan menjadi bagian dari tindak pidana pelanggaran pemilu itu, maka harapan mereka tentang masa depan yang baik juga akan tercemar. Saat ini generasi muda merupakan pemilih pemula sejatinya belum terpapar atau terkontaminasi oleh cara-cara politik kotor.
Sosialisasi pengawasan tahapan kampanye tersebut dinilai penting dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terutama generasi milenial dan generasi Z. Tidak hanya mendorong partisipasi mereka, tapi juga membangun kesadaran tentang pentingnya nilai moral dalam mencegah terjadinya politik uang yang sudah sangat mengental di masyarakat kita.
Masyarakat dihimbau untuk saling mengawasi dan mencegah praktik politik uang, jika menemukan ada dugaan politik uang agar segera melapor ke pengawas Pemilu sesuai dengan tingkatan. Politik uang ini biasanya terjadi saat masa kampanye, tenang, dan menjelang hari pungutan suara.
Jika ada penyelenggara Pemilu yang terlibat politik uang pasti akan kita proses sesuai aturan yang ada. Apabila terbukti maka sanksinya diberhentikan tidak dengan hormat bahkan bisa di pidana penjara. Bagi penyelenggara Pemilu yang memberi atau menerima suap yaitu pidana 4 tahun atau denda Rp 48 juta, sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Bawaslu harus bergandengan tangan dengan berbagai kelompok kepentingan seperti kepolisian, kejaksaan, pemerintah (pusat dan daerah), dan masyarakat. Semua harus bersinergi karena bahaya politik uang hanya bisa ditangani kalau kita kerja bersama-sama.
Praktik politik uang, serupa dengan aroma “kentut”, sulit ditelusuri asalnya namun efek baunya amat mengganggu. Proses pemilihan umum di Indonesia seharusnya menjadi sarana untuk mengganti kekuasaan secara jujur dan adil, tetapi kenyataannya jauh dari harapan.
Oleh karena itu, kita perlu menganggap politik uang sebagai ancaman bersama. Tugas besar untuk melawan hal ini bukan hanya pada pihak penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu, tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk mengawasi, mencegah, dan melaporkan tindakan politik uang kepada Bawaslu.
Menolak praktik politik uang dan memilih pemimpin berdasarkan integritas serta komitmen mereka dalam pelayanan yang jujur dan adil merupakan langkah yang penting. Saatnya bagi kita semua untuk bersatu melawan pengaruh politik uang agar Pemilu dapat terbebas dari kungkungan yang merugikan.
*) Pemerhati sosial dan politi