spot_img
BerandaUncategorizedKesiapsiagaan Aparat Keamanan Memastikan Natal 2023 Aman dari Teror

Kesiapsiagaan Aparat Keamanan Memastikan Natal 2023 Aman dari Teror

Kesiapsiagaan Aparat Keamanan Memastikan Natal 2023 Aman dari Teror

Oleh: Syaiful Bahri

Indonesia, negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama, sering kali menjadi sasaran bagi kelompok teroris yang berupaya mengacaukan kehidupan masyarakat. Salah satu periode yang kerap dijadikan momentum oleh para pelaku teror adalah menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah dan aparat keamanan untuk memahami pola aksi teror yang seringkali muncul pada periode ini.

Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta dari Universitas Indonesia, menyoroti bahwa pelaku teror cenderung memilih waktu-waktu tertentu, termasuk Nataru, untuk melancarkan aksi mereka. Seiring dengan pendekatan musim liburan dan meningkatnya aktivitas sosial masyarakat, kebutuhan akan antisipasi dan keamanan yang ketat menjadi suatu keniscayaan.

Sejak tahun 2000, serangkaian bom sering kali meledak pada periode ini. Menurut Stanislaus, Nataru menjadi waktu yang diincar oleh para pelaku teror untuk melakukan aksi mereka. Selain itu, perayaan HUT Kemerdekaan RI setiap 17 Agustus juga menjadi target, dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap negara. Momen bulan puasa juga menjadi waktu yang dianggap berharga oleh teroris, karena mereka percaya bahwa aksi teror mereka akan mendapat pahala berlipat ganda.

Selain dari waktu-waktu tersebut, terdapat juga momen tidak teratur yang dipicu oleh kejadian tertentu. Sebagai contoh, aksi di Astanaanyar pada 2022, diduga dipicu oleh kematian pemimpin ISIS di Timur Tengah, yang kemudian diikuti dengan aksi balasan.

Dalam perspektif intelijen, Stanislaus mengidentifikasi tiga jenis target teror. Pertama, target regular yang melibatkan serangan terhadap aparat keamanan, terutama polisi, karena dianggap sebagai thogut. Kedua, target alternatif seperti tempat ibadah, terutama gereja, karena dianggap sebagai simbol perbedaan yang dimusuhi oleh para pelaku teror.
Target ketiga atau emergensi adalah tempat kerumunan masyarakat, di mana terdapat polisi dan kelompok yang dimusuhi. Contoh dari target ini adalah serangan bom di Kampung Melayu dan Thamrin.
Sejarah aksi teror di Indonesia menunjukkan bahwa penghujung tahun, dari awal Desember hingga tahun baru, sering kali menjadi periode yang rentan. Contoh kasus-kasus seperti serangkaian bom pada malam Natal 2000 dan serangan bom di beberapa kota di Indonesia pada tahun 2002 dan 2004, terakhir pada 2022 yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan langkah-langkah pencegahan dalam menghadapi ancaman teror di Indonesia.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan Densus 88 untuk terus memantau jaringan terorisme di seluruh Indonesia. Langkah-langkah pencegahan, terutama di tempat-tempat ibadah dan tempat keramaian, telah dilaksanakan dengan tahapan sterilisasi.
Ancaman terorisme dianggap sebagai potensi gangguan yang serius oleh Kapolri, dan ia menekankan pentingnya deteksi dini dan tindakan preventif untuk mencegah aksi teror. Pusat keramaian, tempat ibadah, dan lokasi lain yang berpotensi menjadi target serangan teror diberikan penjagaan ketat.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat ini memang tengah mengintensifkan upaya keamanan untuk mengantisipasi potensi gerakan teror yang dapat mengancam keamanan masyarakat jelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Hari-hari besar seperti Natal dan Tahun Baru kerap menjadi target bagi kelompok teroris untuk melancarkan aksi mereka. Oleh karena itu, aparat keamanan telah mempersiapkan berbagai inisiatif secara maksimal guna menjaga keamanan dan ketertiban.
Peningkatan patroli di daerah rawan dan penguatan pengamanan di lokasi-lokasi strategis menjadi fokus utama Polri. Dengan meningkatkan kehadiran di tempat-tempat ibadah, pusat perbelanjaan, dan wilayah dengan keramaian tinggi, aparat keamanan berupaya menciptakan lingkungan yang aman bagi masyarakat. Salah satunya, Polri telah mempersiapkan strategi pengamanan yang matang melalui Operasi Lilin.
Karo Opsnal Baharkam Polri, Brigjen Pol. Mahrozin Rahman, S.I.K., M.H., mengungkapkan bahwa Operasi Lilin akan dilaksanakan selama 12 hari, mulai 22 Desember 2023 hingga 2 Januari 2024. Fokus utama operasi ini adalah memberikan perlindungan maksimal dengan mengedepankan kegiatan pencegahan, deteksi dini, dan pencegahan hukum.
Tujuan utama dari Operasi Lilin adalah memastikan masyarakat dapat merayakan Natal dan Tahun Baru dengan aman, nyaman, dan selamat. Keberhasilan operasi ini sangat penting mengingat adanya peningkatan tantangan keamanan baik secara kuantitas maupun kualitas, terutama seiring dengan berlangsungnya kampanye Pemilu 2023-2024.
Operasi Lilin melibatkan total 101.092 personel dari Mabes Polri dan Polda jajaran. Jumlah personel yang besar ini mencerminkan keseriusan Polri dalam menanggulangi berbagai potensi ancaman, termasuk ancaman terorisme yang masih menjadi kerawanan utama dalam perayaan Nataru.
Pasukan gabungan, melibatkan unsur TNI, BNPT, tim penjinak bom Brimob, Detasemen K-9, Densus 88, dan organisasi masyarakat keagamaan, juga akan melakukan sterilisasi di setiap lokasi ibadah Natal.
Selai itu, Polri juga berupaya membangun keterlibatan masyarakat dalam upaya pencegahan teror. Sosialisasi gencar dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ancaman terorisme dan cara melaporkan kegiatan yang mencurigakan.
Menghadapi potensi gerakan teror menjelang Natal 2024, pemerintah melalui aparat keamanan telah mengambil langkah-langkah proaktif dan preventif. Melalui kerjasama sinergis, peningkatan patroli, dan keterlibatan masyarakat, merupakan bentuk komitmen aparat keamanan untuk memberi perlindungan serta menciptakan suasana Natal yang damai. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan ancaman terorisme dapat diminimalisasi, sehingga masyarakat dapat merayakan Natal dan menyambut tahun baru dengan rasa aman dan nyaman.

)* Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Negeri Surabay