Pemilu Damai Sebagai Tonggak Kebangkitan Demokrasi
Oleh : Dina Kahyang Putri
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sebuah upaya bersama untuk melanjutkan pembangunan nasional. Oleh karenanya, masyarakat juga diminta untuk senantiasa menyukseskan kegiatan tersebut yang menjadi tonggak kebangkitan demokrasi.
Pentingnya media sosial dalam proses demokrasi juga menjadi sorotan, terutama dalam menyikapi masalah hoaks dan mis-informasi. Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, menyoroti peran masyarakat dalam menggunakan media sosial secara bijak. Pihaknya mengimbau agar masyarakat lebih kritis dan hati-hati dalam menerima serta menyebarkan informasi di platform media sosial.
Dalam Seminar dan Workshop Lawan Mis-informasi untuk Pemilu Sehat, Budi menegaskan bahwa kebenaran informasi harus menjadi pijakan utama sebelum menyebarkan pesan. Pengecekan informasi menjadi kunci untuk menghindari kesalahpahaman dan polarisasi politik yang dapat merugikan proses demokrasi.
Budi juga mengajak masyarakat untuk berperan sebagai agen yang dapat memberantas dan meluruskan misinformasi dengan mengirimkan stempel hoaks dari Kominfo atau lembaga pengecek fakta lainnya.
Dengan tegas, Budi berharap agar seluruh lapisan masyarakat turut serta dalam mengampanyekan Pemilu Damai 2024. Melalui Gerakan Nasional Literasi Digital dan kolaborasi multistakeholder, Budi mengajak semua pihak, termasuk platform digital, pelaku bisnis, akademisi, dan elemen masyarakat, untuk bersama-sama menciptakan ruang digital yang sehat dan kondusif selama proses Pemilu 2024.
Pemilu dan Pilkada tahun 2024 juga menjadi fokus utama dalam Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2023. Dalam keterangannya, KWI mencatat bahwa tantangan yang dihadapi pada tahun 2024 tidak hanya sebatas pada aspek politik, tetapi juga ekonomi.
Para Uskup di KWI sadar bahwa suhu politik yang tinggi dan dampak ekonomi yang besar akan menjadi ujian nyata bagi kemajuan demokrasi Indonesia.
Anggaran yang mencapai puluhan triliun rupiah untuk Pemilu dan Pilkada dapat menjadi sia-sia jika hasilnya tidak mampu memunculkan pemimpin yang kompeten dan berdedikasi untuk kesejahteraan rakyat. Ketua KWI, Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa Pemilu 2024 tidak boleh dianggap enteng.
Antonius memperingatkan akan potensi segala cara yang mungkin digunakan oleh para calon untuk mencapai tujuan politik mereka, termasuk praktik-praktik yang dapat merusak demokrasi, seperti politik uang, nepotisme, dan pembentukan dinasti politik.
Permasalahan semakin kompleks dengan adanya politik identitas yang menjadi tren, di mana suku, agama, ras, dan golongan dijadikan alat oleh politikus untuk mencapai kepentingan politik. Fenomena ini menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas demokrasi, terutama terkait dengan Pilpres, Pileg, dan Pilkada.
Keterlibatan politik identitas dapat memicu ketegangan sosial dan merongrong prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan persatuan.
Di samping itu, masalah-masalah lama seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta ketidaksetaraan sosial, masih menjadi beban yang belum terselesaikan. Tantangan tambahan datang dari intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang terus berdinamika, menciptakan ketidakstabilan dalam peta politik dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dalam pesan tertulis sidang tahunan KWI 2023, Antonius mengungkapkan keprihatinannya terhadap oknum bangsa yang dengan tanpa belas kasihan mengeksploitasi situasi demi keuntungan pribadi atau golongan. Ini menegaskan perlunya perhatian serius bukan hanya pada masalah struktural, tetapi juga pada karakter individu yang dapat mempengaruhi arah demokrasi.
Dalam pandangannya, masyarakat Indonesia berharap agar pemilu akan membawa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penurunan masalah sosial, upaya pelestarian lingkungan yang lebih efektif, dan terciptanya ketenangan dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya kepastian hukum yang didukung oleh aparat yang profesional dan tidak memihak juga ditekankan sebagai faktor krusial untuk menciptakan kondisi damai.
Antonius juga menyuarakan kekhawatiran terhadap bonus demografi, yang dapat menimbulkan penyakit sosial jika tidak dikelola dengan baik. Jumlah usia produktif yang lebih banyak memiliki potensi untuk mengubah gaya hidup masyarakat menjadi konsumtif dan hedonis.
Di sisi lain, dampak pesatnya perkembangan digital di berbagai sektor juga turut memengaruhi pola hidup masyarakat. Antonius memperingatkan bahwa jika perkembangan ini dibiarkan tanpa pengawasan, harapan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 akan sulit terwujud.
Dalam konteks perwujudan Indonesia Emas 2045, yang diumumkan oleh pemerintah sebagai tujuan peringatan 100 tahun Kemerdekaan, KWI memberikan dukungan penuh. Antonius menekankan bahwa seluruh usaha yang dilakukan oleh para Uskup dan umat Katolik Indonesia bertujuan untuk menciptakan kondisi damai yang mendukung kemajuan bangsa.
Mereka mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersatu dalam mendorong munculnya pemimpin baru yang memegang nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, menghormati kebhinekaan, dan memiliki integritas.
Menempatkan logika dan kritisisme di depan dalam penggunaan media sosial dianggap sebagai langkah awal yang sangat penting untuk mendukung terwujudnya Pemilu Damai 2024 yang sukses dan berdampak positif bagi Indonesia tercinta.
Sebagai anak bangsa, marilah kita bersatu untuk mewujudkan Pemilu Damai 2024 yang membawa dampak positif bagi kemajuan Indonesia. Dengan memegang teguh nilai-nilai kebenaran, integritas, dan persatuan, kita dapat menjadi bagian dari tonggak kebangkitan demokrasi yang mengantarkan Indonesia menuju masa depan yang gemilang.
)* Penulis adalah Kontributor Persada Institu